RUMAH PEMILU – Di masa kampanye pemilihan presiden (pilpres), berbagai debat politik antarkandidat yang disiarkan di televisi (TV), spanduk, baliho, serta umbul-umbul yang menghiasi jalan-jalan besar menjadi pemandangan lumrah.
Namun, tahukah kamu bahwa selain berasal dari dana kampanye milik pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), agenda tersebut juga dapat dibiayai negara?
Hal itu termaktub dalam Pasal 325 Ayat 3 Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Beleid ini berbunyi, “Selain didanai oleh dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kampanye pemilu presiden dan wakil presiden dapat didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).”
Meski begitu, diberitakan Kompas.com, Kamis (13/4/2023), kampanye pilpres yang bisa menggunakan dana tersebut hanya kampanye yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pendanaannya menyasar pada kegiatan debat, alat peraga, dan iklan yang berlaku bagi setiap pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) peserta pilpres.
Batasan sumbangan dana kampanye
UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu juga memuat aturan soal batasan jumlah sumbangan dana kampanye dalam pemilihan umum (pemilu) dan pilpres lewat Pasal 326 dan 327.
Dalam pasal tersebut tercantum bahwa terdapat dua kategori sumber sumbangan untuk kampanye pilpres dan pemilu secara keseluruhan, yaitu badan hukum usaha dan perseorangan.
Pemberian sumbangan untuk kampanye pilpres dari badan hukum usaha dibatasi hingga Rp 25 miliar untuk setiap kali menyumbang. Sementara, pemberian dari perseorangan maksimal Rp 2,5 miliar.
Untuk kampanye calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPD), maksimal sumbangan yang berasal dari badan hukum usaha maksimal berjumlah Rp 1,5 miliar. Sementara, pemberian perseorangan dibatasi hanya Rp 750 juta.
Pasal 327 sendiri mewajibkan para pemberi sumbangan untuk menyertakan identitas secara jelas, mulai dari nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), hingga surat keterangan tidak memiliki tunggakan pajak.
UU tersebut juga melarang calon legislatif (caleg), capres dan cawapres, serta calong anggota DPD untuk menerima sumbangan dari pihak asing.
Adapun pihak asing yang dimaksud adalah warga negara asing (WNA), baik individu maupun kelompok, seperti komunitas, organisasi nonpemerintah, organisasi masyarakat asing, pemerintahan asing, dan perusahaan asing.