Partai Golongan Karya (Golkar) sudah berdiri sejak 20 Oktober 1964. Hanya saja, statusnya saat itu bukan sebagai parpol, melainkan Sekretariat Bersama (Sekber) Golongan Karya (Golkar). Keberadaan Sekber Golkar digunakan oleh TNI AD untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam kehidupan politik saat itu. Setelah Orde Lama tumbang, Sekber Golkar mengubah dirinya menjadi Golkar pada 17 Juli 1971. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam ketetapan MPRS tentang perlunya penataan ulang pada politik Indonesia. Selama Orde Baru, Golkar menjadi partai dengan kekuasaan paling besar dan mendominasi di Indonesia. Namun, runtuhnya Orde Baru turut membawa perubahan besar pada Partai Golkar. Pasalnya, parpol ini dianggap sebagai warisan Orde Baru yang merupakan sumber krisis multidimensional rakyat Indonesia. Oleh karena itu, Golkar melakukan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) pada 9-11 Juli 1998 dan menunjuk Akbar Tandjung sebagai Ketua Umum Golkar periode 1998-2004. Ia mendeklarasikan Golkar sebagai parpol yang mengusung semangat reformasi. Saat ini, Ketua Umum Partai Golkar dijabat oleh Airlangga Hartarto yang juga merupakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2022. Ia digadang sebagai capres atau cawapres pada Pemilu 2024. Adapun visi Partai Golkar adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang bersatu, berdaulat, maju, modern, damai, adil, makmur, beriman dan berakhlak mulia, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta bermartabat dalam pergaulan dunia. Sementara itu, salah satu misi Partai Golkar adalah menegaskan, mengamankan, serta mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa demi memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia.